Abad Khilafah - Lagi lagi, kontroversi dilakukan oleh ormas islam GP Anshor. Badan otonom NU yang kerap menggagalkan aksi ormas HTI ini memunculkan polemik baru. Dikabarkan oleh laman resmi NU, GP Anshor menurunkan bendera yang mereka klaim sebagai bendera ormas HTI.  Setelah redaksi Mediaoposisi.com amati, ternyata bendera tauhid lah yang dimuat di website tersebut.

Polemik ini mengundang perhatian para pegiat bendera tauhid, salah satunya Tahta. Tahta sendiri adalah  pendiri komunitas Rayatul Islam (KARIM) yang gencar menyuarakan bendera tauhid di masyarakat melalui berbagai cara seperti pengibaran bendera raksasan.

“Bendera Tauhid sudah jelas milik Umat Islam. Dalam Reuni Akbar 212 dan Aksi Bela Palestina 1712 itu kan bukan satu ormas tertentu saja, tapi Umat Islam.”  tegas Tahta melalui aplikasi Whatsappm, Kamis (18/1).

Ia pun menambahkan bahwa umat Islam bangga dengan bendera Islam, sehingga tuduhan bahwa bendera tauhid adalah bendera ormas yang dibubarkan secara controversial , HTI. Dinilai Tahta sebagai tuduhan tidak mendasar.

“Dalam berbagai aksi, umat Islam bangga mengibarkan Bendera Tauhid Raksasa.” Imbuh Tahta
Tahta turut menceritakan, dalam berbagai aksi umat Islam setelah HTI dibubarkan tidak terdapat pelarangan dan penertiban bendera tauhid. Tahta menilai hal ini indikasi bahwa bendera tauhid bukan milik satu ormas.

“Tidak ada tuh insiden pelarangan atau penertiban bendera tersebut. faktanya memang itu bukan Bendera HTI” paparnya.

Tahta memperingatkan kepada pihak pihak agar lebih banyak mencari tahu untuk menghindari kesalahan yang pernah dilakukan oleh sosok kontroversial, Abu Janda. Abu Janda sendiri pernah mempermalukan dirinya sendiri di acara Indonesia Lawyers Club karena tidak yakin keabsahan bendera tauhid.

“Yang masih gagal paham soal Bendera Tauhid dan Bendera HTI mesti belajar banyak dari kekeliruan Abu Janda di ILC. Jangan sampai terperosok pada lubang yang sama dengan Abu Janda.” pungkas Tahta. [MO]

Source : Abad Khilafah

Abad Khilafah - Menanggapi tindakan kontroversial yang dilakukan oleh GP Anshor berupa penurunan bendera Tauhid di SMKN 1 Tangerang yang dimuat di laman Nu.or.id, Komunitas Rayatul Islam (KARIM) melalui pendirinya, Tahta menyayangkan tindakan tersebut, pasalnya saat ini adalah era informasi sehingga tidak sulit untuk mengorek informasi tentang bendera tauhid.

KARIM sendiri dikenal sebagai komunitas independen yang gencar menyuarakan kampanye bendera tauhid di Indonesia.

“Kok masih ada yang keliru antara Bendera Tauhid dan Bendera HTI. Ini zaman teknologi di mana informasi mudah diakses” ujar Tahta melalui whatsapp kepada Mediaoposisi.com, Kamis (18/1)

Tahta menilai pihak yang melakukan penurunan bendera juga harus proporsional dalam melihat bendera tauhid. Bukan rahasia bila NU dan badan otonomnya, GP Anshor dikenal dengan pemerintah dan sentimen dengan ormas HTI.

“Jadi kalau (GP Anshor) konsisten mendukung pemerintah, jangan setengah-setengah. Kalau melakukan penertiban bendera dengan alasan HTI sudah dibubarkan, maka mestinya standar penentuan Bendera HTI juga mengacu kepada informasi pemerintah.” imbuhnya.

Lebih lanjut Tahta juga mengecam pihak pihak yang sengaja mengaburkan pemahaman masyarakat terhadap bendera tauhid.

“Kalau memang ada unsur kesengajaan maka segera bertaubat”. pungkasnya.

Bendera tauhid sendiri semakin dikenal sebagai bendera milik umat Islam, hal ini terindikasi kuat dalam berbagai aksi yang melibatkan umat Islam lintas ormas. Bendera tauhid baik liwa maupun rayah berkibar di tengah tengah aksi. [MO]

Source : Abad Khilafah

Abad Khilafah - GP Anshor menegaskan bahwa pihaknya tidak melakukan tindakan di luar hokum dalam menindak pihak pihak lain. Bahkan ormas kontroversial tersebut, menegaskan persekusi haram dilakukan oleh semua pengurus dan anggota GP Anshor.

“Kami kalangan santri tidak mengedepankan persekusi” ujar pengurus GP Anshor Surabaya dalam acara tabayyun Gus Nur dan GP Anshor di Kantor PCNU Surabaya, Selasa (23/1).

Forum tersebut diadakan untuk mengklarifikasi statemen Sugi Nur Raharja atau Gus Nur yang dianggap menghina GP Anshor. Namun, tidak tampak ada pihak sebagai mediator yang datang untuk menjadi penengah.

Berdasarkan pengamatan Mediaoposisi.com, forum disinyalir merupakan forum penghakiman mengingat tidak ada pihak ketiga sebagai penengah, lalu tempat yang tidak netral serta pengharaman pihak lain untuk datang di acara tersebut.

Klaim GP Anshor sebagai ormas anti persekusi, nampaknya bertentangan dengan sikap GP Anshor beberapa bulan yang lalu. Ormas yang dekat dengan presiden Jokowi ini dikenal sangat bernafsu membubarkan ormas Islam, HTI.

Bulan April 2017, ketika HTI mengadakan kampanye bendera tauhid bertajuk Masirah Panji Rasulullah. GP Anshor disinyalir menjadi pihak yang menghalang halangi agenda tersebut. Penghadangan, perebutan bendera hingga umpatan dilontarkan oleh GP Anshor.

Tuduhan tuduhan Anti NKRI, Anti Pancasila pun kerap dilontarkan ormas tersebut kepada HTI. HTI sendiri dikenal kritis dan berseberangan dengan pemerintah. Disinyalir, hal ini dilakukan karena tekanan penguasa kepada GP Anshor. Apakah ini ormas anti persekusi ? [MO]

Source : Abad Khilafah

Abad Khilafah - Keanehan terjadi dalam forum tabayyun antara GP Anshor dan Sugi Nur Raharja (Gus Nur). Dalam forum yang dilakukan di markas GP Anshor Surabaya, Selasa (23/1) terdapat beberapa keanehan dalam forum yang dianggap forum netral oleh GP Anshor tersebut. Gus Nur sendiri adalah penceramah yang dikenal kritis terhadap berbagai pihak , khususnya penguasa dan yang dekat dengan penguasa. Termasuk NU dan badan otonomnya.

Minus Moderator
Forum tabayyun/klarifikasi yang diadakan oleh badan otonom NU tersebut tidak menghadirkan pihak mediator yang netral dari kalangan yang representative seperti MUI atau Kementrian Agama. Moderator justru berasal dari kalangan GP Anshor. Hal ini dapat menimbulkan kesan penghakiman terhadap Gus Nur karena tidak ada pihak yang menjadi penengah Gus Nur dan GP Anshor. Tak hanya itu, beredar informasi bahwa MUI tidak datang akibat tekanan dari GP Anshor. Dalam tabayyun/klarifikasi, sudah bukan rahasia lagi bila dibutuhkan sosok/pihak yang netra sehingga mampu mengarahkan forum sebagaimana mestinya.

Tertutup
Forum klarifikasi tersebut berlangsung tidak transparan dan terkesan ada sesuatu yang disembunyikan, hal ini Mediaoposisi.com rasakan dalam pintu masuk. Kontributor Mediaoposisi.com dipersulit dalam pintu masuk meskipun telah menunjukkan kartu pers. Pihak Banser selaku keamanan beralasan bahwa forum ini adalah forum tertutup dan media tidak diperkenankan. Namun fakta berkata lain, terdapat media lain yang disinyalir sudah dipersiapkan oleh GP Anshor ketika Mediaoposisi.com telah memperoleh kesempatan masuk.
Tindakan tidak transparan yang dilakukan oleh GP Anshor ini menimbulkan pertanyaan, apakah ada ketakutan atau ada yang disembunyikan?

Forum Penghakiman
Gus Nur dalam forum tersebut, ditekan dan dihakimi oleh GP Anshor melalui berbagai cara. Dalam forum tersebut, sengaja ditampilkan video Gus Nur yang dianggap GP Anshor sebagai video yang menyinggung Gp Anshor. Tak hanya itu, dalam forum tersebut rupanya berbau forum settingan. Indikasi kuatnya adalah pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan tidak berusaha mencari tahu namun menjurus pada keinginan untuk membuat Gus Nur mengaku salah.

Minusnya Adab
Polah tingkah GP Anshor dalam forum tersebut, tidak mencerminkan pemahaman tentang adab. Selain rokok yang terus menerus dipamerkan dalam forum tersebut, raut muka GP Anshor pada Gus Nur menyimpan amarah. Tak hanya itu, oknum GP Anshor juga mengacungkan tangannya ke depan Gus Nur tanpa mengindahkan usia Gus Nur yang terpaut jauh.

Pembiaran Provokator
Teriakan dan umpatan dilontarkan oleh oknum provokator berbaju GP Anshor yang berada di luar ruangan. Pihak keamanan dari pihak GP Anshor tampak tidak serius dalam menyingkirkan provokator tersebut. Berbeda halnya dengan tingkah GP Anshor dan Banser ketika menyeleksi pihak yang boleh untuk hadir dan mengikuti acara.

Tercatat, lebih dari 5 kali terjadi umpatan kepada Gus Nur. Hal yang patut disayangkan, komitmen panitia dalam mengamankan serta mengkondisikan provokator tidak berjalan. [MO]

Source : Abad Khilafah

Abad Khilafah - Pada hari Ahad, 7 Januari 2018 bertepatan dengan 19 Rabiul Tsani 1439 H telah terselenggara kegiatan mudzakarah Ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah (ASWAJA). Kali ini lima puluhan ulama dan asatidz berkumpul di Markaz Tahfidz Al-Aufy, Wonosari-Klaten membahas sikap ulama atas nasib kaum muslimin di Palestina.

Dalam mudzakarah ini, ustadz Yan Ibnu Hadi sebagai ketua forum silaturahmi Ulama dan tokoh umat Soloraya mengundang sekitar lima puluh ulama, kyai dan asatidz yang ada di Soloraya (Solo, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Karanganyar dan Boyolali).  KH Ahmad Faiz, selaku shohibul bait menyampaikan salam takdzim dan penghormatan atas kesediaan para ulama menghadiri acara tersebut. 

Narasumber disampaikan oleh KH Habib Rasyid dari Semarang. Beliau meyampaikan bahwa permasalahan Palestina adalah permasalahan umat Islam. Para ulama dan asatidz serta tokoh masyarakat sangat diperlukan perannya dalam menyadarkan umat bahwa Jihad dan Khilafah  adalah solusi permasalahan Palestina. Pernyataan tersebut dengan semangat diamini oleh hadirin.

Acara ditutup dengan doa yang dipimpin oleh ustadz Yan Abdul Hadi. Setelah foto bersama dilanjutkan ramah tamah hingga azan asar berkumandang.

Source : Abad Khilafah

Politik dalam Demokrasi adalah Tujuan

Secara mendasar, manusia hidup di dunia ini adalah dalam rangka memenuhi dua hal yang melekat pada dirinya, yaitu kebutuhan jasmani (fisik) dan dorongan naluri. Untuk memenuhinya, manusia memerlukan dua hal, yaitu 'alat' untuk memenuhinya kebutuhan dan 'aktivitas' yang digunakan untuk memenuhinya. Alat dan aktivitas manusia itu banyak jenisnya. Ada yang sifatnya baku (tetap, tidak bisa digantikan yang lain), ada yang sifatnya tidak baku (fleksibel). Maka, manusia harus bisa mengidentifikasi atas berbagai alat dan aktivitas yang begitu banyak ini, agar dalam menjalani kehidupan, hidup manusia terarah, terukur, dan tidak berakhir menjadi hal-hal yang kurang bermanfaat.

Contohnya lapar. Lapar adalah salah satu indikasi keberadaan kebutuhan jasmani (fisik). Setiap manusia, selama dia hidup, dia akan merasakan lapar. Maka manusia harus mencari 'alat' dan 'aktivitas' yang bisa membuatnya tidak lagi lapar. Untuk alatnya, tentu bisa berbagai macam alat. Bisa dengan ubi (singkong), nasi, roti, ketela, jagung, sereal, atau yang lainnya. Sedangkan untuk aktivitasnya, hanya satu yang bisa digunakan untuk memenuhinya, yaitu makan. Maka, makan ini menjadi aktivitas yang bersifat tetap atau baku. Sebab, aktivitas makan tidak bisa diganti dengan minum atau tidur. Sekalipun orang minum air seember atau tidur 10 jam, tetap tidak akan bisa menjadi 'obat' lapar. Jadi, makan ini menjadi aktivitas baku manusia yang tidak bisa diganti dengan aktivitas lain. Adapun cara makannya seperti apa; apakah harus tiga kali sehari (makan pagi, makan siang, dan makan malam), atau dua kali sehari, atau selalu makan setiap kali merasa lapar, ini adalah cara-cara makan yang sifatnya fleksibel, beragam cara bisa ditempuh. Maka, aktivitas makan, mau tidak mau tetap harus ditempuh manusia. Tetapi, makan bukanlah sesuatu yang hendak dituju (makan bukanlah tujuan). Sebab, akhir atau ending dari aktivitas makan, adalah tercapainya rasa lapar. Bukan aktivitas makan itu sendiri. Dengan kata lain, tujuan orang makan adalah menghilangkan lapar, bukan 'memenuhi aktivitas makan'. Misalnya, kita makan siang, semata-mata karena saat itu kita lapar. Bukan karena 'jam makan siang'. Seandainya saja, kita makan pagi terlalu banyak sehingga pada siang hari kita tidak merasa lapar, namun kita tetap memaksakan diri untuk makan, maka makan siang kita ini tujuannya bukanlah menghilangkan rasa lapar, tetapi tujuannya adalah ‘memenuhi cara makan’ yaitu makan tiga kali sehari (makan pagi, makan siang, makan malam). 

Dari sinilah kita bisa membedakan, ada begitu perbedaan berbagai alat dan aktivitas dalam kehidupan manusia. Bahkan tujuan juga termasuk di dalamnya. Karena itulah, seorang politikus Timur Tengah, Taqiyuddin An-Nabhani membedakan antara tujuan (ghayah), metode (thariqah), cara atau gaya (uslub), dan sarana (wasilah). Pembedaan ini akan sangat menentukan bagaimana manusia berbuat atau berperilaku. Tujuan (ghayah) adalah apa-apa yang ingin dicapai. Tujuan adalah ending dari segala usaha. Tujuan disebut dengan ghayah. Aktivitas atau ‘alat’ yang bersifat baku dan tidak bisa digantikan yang lain dalam rangka memenuhi tujuan (ghayah), disebut dengan istilah metode (thariqah/jalan). Pemakaian kata ‘alat’ dalam tanda kutip di sini hanya untuk memudahkan memahami, bukan alat yang dimaksud dalam konteks sarana (wasilah). Dalam Islam, thariqah merupakan hukum syara’ tertentu yang harus (wajib) dilakukan. Sedangkan aktivitas yang bersifat fleksibel atau tidak baku dalam rangka meraih tujuan, disebut dengan cara/gaya (uslub). Sementara berbagai sarana dan prasarana yang digunakan untuk meraih tujuan disebut dengan sarana (wasilah). Wasilah dan uslub ini sangat berkaitan erat. Sebab, membahas tentang wasilah, tidak akan bisa dilepaskan dari membahas tentang uslub.

Ketika sekelompok manusia mulai berpikir, bahwa kumpulan individu-individu ini harus ada yang mengurus (agar tidak terjadi konflik horizontal, agar tercipta kesejahteraan, agar tegak keadilan), maka aktivitas mengurus urusan individu-individu ini termasuk dalam aktivitas manusia secara umum. Karena itu, harus ada pemimpin atau kepemimpinan yang mengurusi kumpulan individu tersebut. Pemimpin atau kepemimpinan inilah yang disebut dengan politik. Sampai di sini, hendaknya manusia berpikir, mana yang merupakan tujuan, mana yang merupakan metode, uslub, dan wasilah. Dengan begitu, manusia tidak melakukan sesuatu yang sia-sia dalam beraktivitas.

Idealnya, terciptanya kesejahteraan, penyelesaian konflik, dan tegaknya keadilan, adalah tujuan (ghayah) dari sebuah amal (aktivitas). Dengan begitu, manusia bisa mengalihkan perhatiannya untuk menentukan, metode apa yang harus ditempuh? Ingat, metode (thariqah) adalah jalan baku, yang tidak ada jalan lain selain jalan tersebut. Maka, bisa diketahui bahwa politik atau kekuasaan, adalah sebuah jalan atau metode (thariqah) yang harus ditempuh demi tercapainya tujuan (ghayah). Sebab, tanpa adanya politik atau kekuasaan, maka tujuan (ghayah) tidak akan tercapai. Bagaimana dengan pendirian partai politik atau lembaga sosial, yang mereka sering terlihat menyalurkan bantuan-bantuan sosial untuk masyarakat? Partai politik atau lembaga sosial, hanya bisa memberikan bantuan, semampu mereka saja. Jadi sangat terbatas sekali. Apalagi partai politik, kebanyakan dari mereka hanya memberikan bantuan saat menjelang pemilu atau pilkada saja. Jadi, partai politik atau lembaga sosial, tetap tidak bisa menggantikan keberadaan institusi yang memiliki politik atau kekuasaan. Sehingga bisa dikatakan bahwa politik atau kekuasaan, adalah metode atau jalan (thariqah) untuk mewujudkan tujuan (ghayah).

Sampai di sini, seharusnya kita bisa mengevaluasi cara berpolitik dalam negara demokrasi seperti apa. Kebanyakan politisi di negara demokrasi, telah salah dalam memandang politik. Mereka memandang politik sebagai tujuan (ghayah), ending dari amal (aktivitas). Hal itu terlihat dari perilaku berpolitik mereka yang begitu bersemangat dalam berusaha meraih kekuasaan (politik). Berbagai potensi yang dimiliki, mereka kerahkan semaksimal mungkin dalam rangka mewujudkan tujuan mereka. Apa itu? Yaitu politik atau kekuasaan. Kita bisa melihat, setiap kali akan dihelat perhelatan akbar demokrasi, yaitu pemilu atau pilkada, para politisi ini begitu sibuk. Sibuk sekali. Tenaga, waktu, harta mereka keluarkan sedemikian besar. Sebagai pengingat saja, untuk biaya pemilu di Indonesia tahun 2014, telah menghabiskan biaya sebesar 14 triliyun rupiah. Bisa dibayangkan, betapa besar biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan pesta demokrasi ini. Ini belum termasuk biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing person yang maju dalam perhelatan tersebut. Mereka harus mengeluarkan biaya miliyaran rupiah, jual ini dan itu, utang ke sana kemari kepada penyokong dana. Dengan berbagai pengorbanan yang luar biasa ini, kita bisa memahami bahwa kekuasaan atau politik, telah dijadikan tujuan (ghayah). Sebab, tidak ada orang yang mati-matian mengeluarkan biaya, tenaga, dan waktu, kecuali dia memiliki tujuan. Seorang pelajar rela les kesana kemari dengan biaya mahal, bapaknya nyogok sana sini dengan biaya besar, tentu memiliki tujuan, misalnya agar diterima di perguruan tinggi favorit. Dan bagi para politisi demokrasi, dengan melihat realitas yang ada, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa politik atau kekuasaan dalam pandangan mereka, telah dijadikan tujuan (ghayah), dan bukan jalan (thariqah) untuk mewujudkan sesuatu yang seharusnya dijadikan tujuan. Padahal, dimana-mana, ketika tujuan sudah dicapai, so what? Tidak ada. Tidak ada lagi yang dilakukan, karena tujuannya memang sudah tercapai. Aktivitas para politisi setelah tujuan mereka tercapai, seolah hanyalah menjadi formalitas belaka. Kunjungan kerja ke sana kemari, gariskan kebijakan ini dan itu, yang kalau dilihat kembali, bertolak belakang dengan tujuan yang seharusnya mereka capai. Kesibukan mereka setelah tujuan tercapai, tidak lebih sibuk dari sebelum Kita bisa melihat, untuk menghelat pesta demokrasi 2014 yang menghabiskan 14 triliyun, hasilnya adalah utang negara yang terus menumpuk, begitu banyak penjualan aset-aset negara atau aset rakyat, atau pencabutan subsidi untuk rakyat. Begitulah akibatnya, ketika orang tidak memahami dan tidak bisa membedakan mana yang seharusnya menjadi tujuan, dan mana yang seharusnya tidak dijadikan tujuan.

Dan kini, Indonesia akan segera disibukkan dengan pesta demokrasi pilkada serentak 2018. Namanya juga pesta, tentu membutuhkan biaya besar. Berapa biayanya? Masih dikalkulasi lagi. Tetapi yang pasti lebih dari 15 triliyun akan dikeluarkan. Menurut Sekjen Otonomi Daerah Kemendagri, biayanya bahkan akan bisa mencapai 20 triliyun. Sementara itu, pemilu 2019 biayanya juga sudah diperkirakan akan menghabiskan sekitar 15 triliyun. Luar biasa! Biaya sedemikian besar, akan bisa menjadi sia-sia, hilang begitu saja, ketika tujuan yang seharusnya dicapai, ternyata dialihkan untuk hal-hal yang tidak boleh dijadikan tujuan.

Politik dalam Islam adalah Jalan, bukan Tujuan

Hal ini tentu berbeda dengan cara Islam memandang politik. Politik dalam Islam disebut dengan siyaasah, yang memiliki makna mengatur atau memelihara. Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani memandang bahwa politik adalah pengaturan urusan masyarakat, baik ke dalam (negeri) maupun ke luar (negeri). Definisi ini diambil dari berbagai dalil syara'. Misalnya, Rasulullah saw. bersabda: Kaanat banuu Israaiila tasuusuhum al-anbiyaa' (dulu Bani Israil selalu dipimpin dan diatur oleh para nabi). Makna dari frasa tasuusuhum al-anbiyaa' adalah mengatur suatu urusan sebagaimana yang dilakukan pemimpin dan wali. Dengan melihat definisi politik ini, maka akan tergambar bahwa menurut An-Nabhani, politik adalah suatu jalan (thariqah) untuk mengurusi urusan masyarakat. Itu artinya, politik atau kekuasaan, bukanlah tujuan (ghayah). Dan tujuan (ghayah) dari politik Islam adalah untuk menerapkan syariat Islam. 

Syariat Islam adalah aturan-aturan Islam. Aturan-aturan Islam mengatur seluruh aspek dalam kehidupan manusia. Aspek-aspek dalam kehidupan manusia tercakup dalam tiga dimensi, yaitu dimensi hubungan manusia dengan Allah, dimensi hubungan manusia dengan dirinya sendiri (person), dan dimensi hubungan manusia dengan sesama manusia. Dimensi hubungan manusia dengan Allah tercakup dalam aturan tentang peribadatan. Dimensi hubungan manusia dengan dirinya sendiri tercakup dalam aturan tentang hukum-hukum makanan-minuman, pakaian, serta akhlak. Serta dimensi hubungan manusia dengan sesama manusia yang tercakup dalam muamalah dan uqubat. Muamalah adalah berbagai interaksi manusia dengan sesama manusia, mulai dari politik, ekonomi, sosial (pergaulan), pendidikan, keamanan, dan sebagainya. Sedangkan uqubat adalah sistem sanksi yang keberadaannya adalah sebagai penjaga agar sistem muamalah berjalan baik. Semua aspek ini ada dalam kehidupan manusia. Tidak ada satu aspek pun dalam kehidupan manusia yang tidak diatur oleh Islam. Seluruh aturan inilah yang harus diterapkan. Penerapannya hanya akan sempurna jika ada politik atau kekuasaan. Dan ini adalah tujuan dari perjuangan Islam. Jadi, tujuan dari perjuangan Islam yang seharusnya adalah menerapkan syariat Islam, bukan meraih kekuasaan. Sebab, kekuasaan bukanlah tujuan. Kekuasaan 'hanyalah' jalan untuk mewujudkan tujuan yang sebenarnya.

Dari situ bisa dipahami, bahwa jika tujuannya adalah menerapkan syariat Islam, dan yang akan menerapkan syariat Islam ini adalah manusia, maka tidak ada jalan (thariqah) lain selain dengan dakwah. Tanpa adanya dakwah, maka tujuan tidak akan bisa dicapai. Dari penjelasan di atas, bisa dipahami pula, bahwa jika sebuah organisasi dakwah, kok menjadikan politik (kekuasaan) sebagai tujuan, maka hal itu adalah sebuah kesalahan fatal. Sebab, kalau memang kekuasaan atau politik itu dijadikan tujuan (ghayah), sudah selayaknya organisasi tersebut bukan berbentuk organisasi dakwah, melainkan berbentuk organisasi militer atau semimiliter. Karena dengan begitu, maka kekuasaan atau kepemimpinan politik akan bisa dicapai dengan kudeta atau perebutan kekuasaan. Sedangkan organisasi dakwah, yang mau dikudeta apa? Tidak ada. Maka, penting kiranya orang berpikir mendalam dalam perkara ini, agar setiap langkah yang diambil berdasarkan perhitungan yang rasional, bukan emosional. Sebab, ketika orang sudah tidak rasional, maka tindakan-tindakannya cenderung akan menjadi emosional. Jadi, mari berpikir jernih.

Dengan demikian, penting untuk kita melihat kembali bagaimana politik itu dipandang, apakah sebagai sebuah tujuan ataukah sebagai jalan untuk mewujudkan tujuan.

Wallahu a'lam.

Source : Abad Khilafah

Abad Khilafah - Forum Komunikasi Ulama Ahlusunnah Wal Jama’ah (FKU ASWAJA) di Masjid An Nur , Kab. Brebes menggelar acara Mudzakarah Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah, pada Ahad (7/1). Tema yang diangkat adalah: Ulama & Ummat  Bersatu Bebaskan Al Quds dari Penjajahan.

Acara dihadiri kurang lebih 100 peserta terdiri dari para ulama dan Tokoh masyarakat dari wilayah pantura bagian utara mulai dari Brebes, Tegal, Pemalang,  juga  Batang, mereka hadir dengan membawa semangat yang sama yaitu semangat perjuangan yang didasari oleh ghiroh Islam dengan menunjukan penentangannya terhadap penjajahan yang dilakukan oleh Israel kepada Palestina. 

Beberapa tokoh yang ikut hadir dalam Mudzakaroh tersebut adalah Ust. H. Imam sanusi (Tarjih PD Muhammadiyah, Bebes), Ust. Nadirin tokoh Brebes, Ust. Zulhaidar , SH ( Tim Pengacara Pembela Muslim), Supriyanto ( Lembaga Hukum Pembebasan) Ust. Khairul Anam ( Pengisi Majelis Ta’lim Majid Sabilunida), Adzwar Mujtahid, S.Pd (Praktisi Pendidikan), Ust. Nanang ( Mualim Tahfidz Kuttab Al Fatih) dan lain-lain.

Pada mudzakaroh tersebut turut serta menyampaikan kalimah minal ulama KH. Abdul Gofar Ismail (Pengasuh Majelis Ta’lim Masjid Hidayatul Hamid, Bulakamba, Brebes) dengan penuh semangat beliau sampaikan bahwa perjuangan dan pengorbanan dalam membela yang haq ada tiga tingkatan paling tinggi nyawa kemudian  harta hati, dan jangan menjadi yang ke empat yaitu orang yang sama sekali tidak mau berjuang dan parahnya sambil mengolok – olok orang yang berjuang, berkaitan dengan tragedi di Palestina, Mudzakaroh ini menjadi penting karena ini merupakan bentuk perjuangan pembelaan terhadap muslim palestina yang sedang di jajah oleh zionis Israel.

Pemaparan materi disampaikan oleh dua pembicara pertama disampaikan oleh Ust. Nashirudin Syukur (Pengasuh Majelis Ta’lim Bayt Quran, Magelang) beliau menyampaikan terkait posisi Al Aqsho yang merupakan tempat yang disucikan oleh kaum muslim , bumi para nabi serta tempat di israkan Nabi Muhammad SAW, dan dalam sejarahnya kaum muslimin telah membebaskan Al Quds dengan darah para syuhada mulai dari masa Khalifah Umar bin Khattab , Sholahudin Al Ayubi  menggelorakan jihad dibawah komando seorang khalifah. Sampai pada masanya ketika khilafah ustmaniyah mengalami kekalahan perang dengan inggris dan sektunya dibuatlah perjanjian sykes picot yang intinya membagi daerah kekuasaan daulah islam menjadi wilayah jajahan inggris dan palestian salahsatunya dari sinilah oarang – orang Yahudi atas bantuan Inggris masuk ke wilayah Palestina dan atas prakarsa LBB (red- PBB) pada 14 Mei 1948 berdirilah negara Israel di Bumi Palestina. Karenaya untuk kembali membesbaskan palestina adalah dengan jihad yang diserukan oleh sebuah institusi pemersatu kaum muslimin yaitu Khilafah Al minhajin nubuwah.

Pemaparan materi berikutnya yang disampaikan oleh Ust. Abdullah ,ST, MT (Forum Silaturahmi Umat Islam Jawa Tengah, Semarang) beliau menyampaikan catatan kritis dari sisi politis terkait solusi yang diberikan untuk mengatasi tragedi palestina yang di anggap tidak mengakar dan mendasar bahkan cendrung membahayakan semisal solusi two state nation (solusi dua negara) mengapa ? karena solusi ini sama saja mengakui keberadaan Israel yang sejatinya adalah penjajah di Palestina, alih – alih menjadi solusi bahkan ini menjadi jalan untuk melangengkan penjajahan terus berlangsung. Secara retoris Abdullah bertanya “lalu kepada siapa kaum muslimin berharap untuk selesaikan palestina” ? kepada PBB tidak mungkin karena lembaga ini yang membidani lahirnya negara Israel, kepada Amerika ? justru amerika yang hari ini mendani kebrutalan yang dilakukan oleh israel dan merupakan induk dari penjajhan yang dilakukan , atau OKI ? yang sampai hari ini hanya bisa beretorika tanpa ada bentuk nyata pembelaan terhadap Palestina yaitu dengan mengirimkan tentara untuk membantu muslim palestina. 

Pada sesi akhir pemaparan beliau menyampaikan bahwa akar masalah palestina adalah karena penjajahan yang dilakukan oleh Israel disebabkan kaum muslimin tidak lagi memiliki pelindung sebuah institusi pemersatu , sebagaimana pada masa Umar bin Khattab, Sholahudin Al Ayubi sampai pada Sultan Abdul Hamid II yaitu Khilafah Islamiyah, karenanya di solusi  tuntas untuk menyelesaikan teragedi Palestina adalah Jihad dan Khilafah.

Di akhir acara turut serta menyampaikan Kalimah minal Ulama Ust. Nidzomubin , SAg ( Ketua DDII Kab. Brebes) beliau sampaikan persetujuannya jika solusi yang diberikan secara tuntas untuk menyelesaikan konflik palestina adalah jihad dan khilafah , apakah mungkin ? pasti karena Allah lah yang akan mempersatukan hati – hati kaum muslimin untuk bersatu, tetap semangat dalam giroh perjuangan dijalan Allah. 

Menjelang berakhirnya acara dibacakan pernyataan sikap Ulama Aswaja Pantura terkait klaim sepihak atas Al Quds sebagai ibukota Israel peserta pun bertakbir menandakan semangat []

Source : Abad Khilafah

Abad Khilafah - Sabtu, 5 Januari 2018 bertempat di Masjid Al Arqam Tosarirejo Wonosobo berlangsung Mudzakarah Ulama' dan Ummat Ahlussunnah Waljama'ah yang dihadiri sekitar 80 orang. Acara yang berlangsung dengan iringan gerimis itu tidak menyurutkan langkah kaki para peserta untuk menuju taman-taman surga yang di dalamnya berkumpul para malaikat untuk mendoakan bagi siapa saja yang berkumpul di majelis ilmu agar diampuni dosa-dosanya.

Mengawali acara dan untuk menghangatkan suasana yang dingin MC sekaligus  moderator Ust Rifai mengajak jamaah yang hadir dengan bacaan ummul kitab dengan harapan acara berlangsung lancar, khidmat dan mendapatkan barakah dari Allah SWT. Menyambung pembukaan para jama'ah dibuat terhanyut dengan pembacaan kalam Illahi yang dibacakan dengan tartil oleh dai muda, yaitu Ust zaenal Arifin.

Usainya kalam Illahi dibacakan semakin memompa semangat para jamaah untuk senantiasa mentadabburi Al Qur'an dan mengamalkannya. Terlebih Ust. Deki selsku Takmir  Masjid Al Arqam Tosarirejo, Wonosobo dalam sambutannya merasa senang dan berbahagia masjidnya dipakai untuk membahas urusan-urusan umat, beliau berharap semoga kedepan ummat bisa bersatu padu dalam dekapan ukhuwah. Sambutan berikutnya di sampaikan oleh shahibul fadhilah, KH. Nasihun Amin, selaku pengasuh Majelis Taklim Daarul Waddaa dan penggagas acara ini beliau menyampaikan bahwa persoalan Palestina adalah persoalan kita bersama ummat Islam, karena kita adalah ummatan wahidah yg harus merasakan juga bahwa penderitaan setiap muslim adalah penderitaan muslim yg lainnya. Di samping itu, KH. Nasihun Amin menyampaikan bahwa alasan harus membela Al Quds  karena Al Quds adalah kiblat ummat muslim yang kedua dan oleh karenanya wajib hukumnya kaum muslimin untuk membelanya.

Sambutan berikutnya disampaikan oleh Ust. Idris Sutrisna, dari komunitas Inspirasi Subuh sekaligus sebagai pelaksana tekhnis penyelenggaraan acara beliau dengan ramah mengucapkan terimakasih atas kehadiran jamaah semua dan mohon maaf apabila ada yg kurang dalam penyambutan, dan beliau menyampaikan bahwa pentingnya umat memahami apa sebetulnya problem utama dari persoalan palestina, yg kita wajib utk mengetahuinya

Setelah sambutan yang menyemangati ghiroh peserta akhirnya tepat pada pukul 20.30 tibalah sesi pemaparan materi yang disampaikan oleh Ust. M. Naim Yasin selaku Pengasuh Majelis Terjemah Al Qur'an Purworejo. Dalam pemaparannya beliau menyinggung point-point penting yang mendasari adanya krisis pencaplokan Palestina oleh Israel dan AS, point tersebut adalah :
  • Persoalan Palestina adalah persoalan yang berulang-ulang dan harus dituntaskan sampai ke akarnya
  • Palestina adalah milik kaum muslim yg telah dibebaskan melalui tangan khalifah Umar bin Khattab, maka statusnya adalah tanah kharijiyah milik kaum muslimin
  • Pada perang dunia ke-2 dengan kemenangan di tangan Inggris dan sekutunya mereka kemudian mensponsori berdiri nya Israel dan sekarang eksistensi Israel didukung oleh AS mereka dengan terang-terangan mengumumkan bahwa Yerussalem sebagai ibukota Israel
  • Atas Pengumunan tersebut, menurut jumhur ulama wajib hukumnya bagi kaum muslim untuk membebaskan Al Quds bagi ummat Islam yang ada di sekitar Al Quds, jika kewajiban itu belum tercukupi maka seluruh kaum muslim di dunia wajib ikut membebaskan
  • Upaya membebaskan Al Quds harus dilakukan dengan aktivitas jihad yang dikoordinir oleh seorang imam, yakni khilafah. Maka kewajiban mengangkat seorang Imam atau Kholifah adalah wajib
  • Mengangkat khilafah bukan perkara baru, tapi eksitensi itu sdh pernah ada dan berlangsung kurang lebih 13 abad, sehingga ketika kita berkeinginan utk mendirikan khilafah maka semuanya itu sudah dipersiapkan. Ibarat mendirikan rumah, maka: insinyurnya, tukangnya, materialnya, dananya dan lain sebagainya sudah disiapkan. Tinggal umat harus bersemangat dan ikut serta proses terwujudnya dan diangkatnya seorang Imam atau Kholifah tersebut.
Malam semakin larut, selesai pemaparan materi yang membuat peserta semakin paham bahwa kewajiban mengangkat seorang Imam adalah kewajiban yang utama acara dilanjutkan dengan testimoni dari para Ulama yang memberikan pencerahan bagi jamaah sekalian. Kalimah minal Ulama yang pertama disampaikan K. Ibnu Mundzir, Pengasuh Majelis Nujahadah Ikhwanul Mukminin Wonosobo, dalam testimoni nya beliau

merasa prihatin atas kondisi palestina dan berharap supaya umat bersatu padu mendorong penguasa muslim untuk mengirimkan militer ke Palestina. Kalimah minal Ulama berikutnya disampaikan oleh Ust. Sugeng Pribadi, selaku penasehat Yayasan As Shoft Wonosobo, beliau merasa sangat senang bahwa Mudzakarah kali ini tidak melihat bendera, tidak membedakan hijau, biru, merah, dia berharap acara seperti ini sebagau sarana menyatukan ummat.

Testimoni berikutnya disampaikan Ust. Burhan. Dalam testimoninya beliau menyampaikan kesedihannya atas kondisi kaum muslimin saat ini. Penderitaan muslim di Rohingnya, Myanmar, Checnya dan belahan bumi lain termasuk Palestina tidak kunjung tuntas. Menurut beliau,ini bukti bahwa kaum muslim butuh menegakkan institusi yg memakai Al Quran dan As sunnah sbg hukum pengaturannya dengan dipimpin seorang khilafah, agar adanya khilafah mampu menolong kaum muslimin yang tertindas dan terdzolimi.

Seluruh rangkaian acara selesai dengan ditutup doa yg dipimpin oleh KH. Nasihun Amin. Dalam lantunan doa yang khusyuk seluruh peserta berharap agar Khilafah terwujud dalam waktu yang dekat.

Menyempurnakan rangkaian acara di bacakankah pernyataan sikap oleh K. Ibnu mundzir dan ditirukan oleh semua peserta dengan berdiri dan tangan mengepal pernyataan sikap di teriakkan. Adapun isi pernyataan sikapnya adalah sebagai berikut:

1) Menolak klaim Presiden AS Donald Trump atas Yerussalam maupun Tel Aviv sebagai Ibukota Israel, 2) Menolak solusi dua negara untuk Palestina 3) Menyeru kepada penguasa dan umat Islam untuk menyadari bahwa solusi bagi Palestina adalah Jihad fii Sabilillah, 4) Menyerukan tegaknya sistem Islam yaitu Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwah sebagai pengobar jihad untuk solusi tuntas Palestina, 5) Menyeru kepada penguasa negeri muslim agar tidak berhubungan dengan Amerika dan Israel yang jelas-jelas memusuhi umat Islam, 6) Menyatakan komitmen akan mengadakan aksi yang lebih besar dari sebelumnya apabila seruan ulama ini tidak diindahkan.[]

Source : Abad Khilafah

Abad Khilafah - Sekitaran 50 Ulama dan Tokoh se- Kab. Cilacap berkumpul di ponpes Syamsul Huda pimpinan Kyai Qusyairi Dayeuh luhur (daerah paling ujung bagian barat kab. Cilacap) dalam acara Mudzakarah Ulama dan Tokoh, pada Sabtu (6/1).

KH. Ainul Yaqin yang hadir menyampaikan  materi Mudzakaroh menjelaskan tentang sejarah Palestina dan berdirinya negara Israel. bahwa wilayah Palestina adalah milik umat Islam sedunia sejak ditaklukan pada masa Khalifah Umar ibn Khathab. Sementara Negara Israel adalah negara perampok yg merampas tanah Palestina dengan dibantu oleh Inggris dan diasuh oleh Amerika.

Sementara itu Bapak Zulhaidir, SH, Tim pengacara muslim dan Ormas Islam. Beliau memaparkan tinjauan hukum di Indonesia terkait ajaran khilafah yang dalam pandangan beliau ajaran khilafah tidak lah bertentangan dengan UU yang ada. 

Turut hadir dalam acara tersebut Kyai Musbihin (Syuriah NU Majenang),  Ust. Ahmad Saefullah (GPI Majenang), tokoh FPI Sidareja dan Ust. H. Djamaludin (Tokoh Masyarakat Cilacap).

Dalam sesi pembacaan pernyataan sikap, para Ulama dan Tokoh Cilacap sepakat bahwa dalam rangka amar ma'ruf nahi munkar, umat  dan para ulama wajib mendorong penguasa negeri-negeri Islam agar mengirimkan militer untuk berjihad mengusir israel.

Meski hal itu ( jihad melawan Israel) disadari sulit dilakukan, disebabkan mereka sudah tersekat-sekat oleh paham nasionalisme. Maka supaya jihad bisa terlaksana, umat harus berpijak pada prinsip kesatuan umat, prinsip ahlussunah Sunnah wal jamaah yaitu bersatu dalam satu kepemimpinan khilafah.  Maka menjadi wajib bagi Ulama dan tokoh untuk terus dan secara gencar mendakwahkan tegaknya khilafah, yang dengannya kehidupan Islam bisa berlangsung, termasuk pelaksanaan hukum jihad melawan penjajah.

Tepat pukul 12.00 acara Mudzakaroh ditutup dengan doa dan foto bersama. Alhamdulillah []

Source : Abad Khilafah

Tolak Pembubaran HTI, Kami Bersama HTI, Forum Ulama Peduli Syariah, HTI
Alhamdulillah, pada hari Kamis (8/6), di dua kabupaten yaitu Purbalingga dan Banjarnegara diadakan Forum Tokoh dan Ulama guna membahas kriminalisasi dan rencana pembubaran HTI yang akhir ini sedang ramai dibicarakan. Di Purbalingga bertempat di Rumah Makan Warung Pohon Kelapa dan di Banjarnegara di Ponpes Raudhatul Ummah Panggisari Mandiraja, di dua tempat tersebut telah berkumpul beberapa Ulama, Tokoh Masyarakat, dan Aktivis Islam dalam rangka jalin ukhuwah dan menyatakan sikap bersama menolak kriminalisasi ulama dan rencana pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia. Acara berlangsung dengan nuansa penuh keakraban dan kekeluargaan. Diawali dengan sambutan dari pemrakarsa forum yaitu KH. Akhmad Kamal Ismail selaku penasehat MUI kab. Purbalingga. Beliau menyampaikan,

“bahwa rencana pemerintah akan membubarkan HTI dan menangkapi para ulama dan aktivis Islam adalah sebuah kedzaliman. Umat Islam tidak boleh tinggal diam, harus bersatu rapatkan barisan dan HTI harus melakukan perlawanan hukum bila rencana pembubaran ini dibawa ke sidang pengadilan. Dengan pak Yusril bersama 1000 advokat siap membela HTI, saya percaya HTI bisa memenangkan perlawanan hukum ini“

Dilanjutkan pemaparan materi oleh sohibul fadhilah Ust Abdullah selaku wakil HTI dan Ust. Zulhaidir, SH selaku wakil dari anggota Tim Pembela Muslim dan Tim 1000 advokat pembela HTI, kemudian dalam acara tersebut para Ulama menyampaikan sikapnya secara bergiliran dan di akhiri pembacaan Pernyataan Sikap Forum Ulama dan Tokoh Masyarakat terhadap kriminalisasi ulama dan rencana pemerintah yang akan membubarkan HTI.

1. Sohibul Fadhilah Kyai Muhlisin (Pengasuh Ponpes Raudhatul Ummah Panggisari) Menyampaikan:
“Umat Islam adalah bersaudara, saat ini HTI dan beberapa ulama sedang didzalimi, maka  kita harus ikut  membelanya. Apabila terjadi pembubaran, maka dakwah dan pergerakan  islam harus tetap (berjalan) tidak akan bubar, karena (aktivitas tersebut) merupakan  (bagian dari) keyakinan dan keimanan umat islam. Karena umat islam yang beriman  kepada Allah diperintahkan untuk menegakkan Syariat Islam”

2. Sohibul Fadhilah Ustadz H. Ali Abdul Aziz (Pembina FUI Purbalingga dan Pengasuh Majlis Taklim) Menyampaikan:
“Saat ini HTI yang pertama mendapat giliran akan dibubarkan, tapi berikutnya pasti akan menyusul kelompok islam lainnya. Oleh karena itu pembubaran ini tidak boleh dibiarkan ! Umat islam ini ibarat bahtera besar, dan gerakan / kelompok islam ibarat sekoci kecil, maka jika kita ingin dimenangkan oleh Allah SWT maka semua harus bersatu dalam bahtera besar ini sehingga khilafah ‘ala minhaj nubuwwah akan segera berdiri”.

3. Sohibul Fadhilah Ustadz Sukarno Salim (Syarikat Islam Indonesia Banjarnegara) Menyampaikan:
“Syarikat Islam Indonesia (SII) sejak dulu memperjuangkan tegaknya syariat islam, sekarang ada HTI yang juga getol memperjuangkan syariah dan Khilafah, maka SII adalah kakak ideologis HTI, jadi apabila HTI akan dibubarkan, SII selaku kakak ideologis jelas tidak terima dan menolak rencana pembubaran ini”

4. Sohibul Fadhilah Ustadz Muhammad Naser (Mubaligh Purbalingga), Menyampaikan:
“Sesama umat islam adalah bersodara, darah dan hartanya terjaga, haram menyakiti dan  disakiti. Apabila HTI dibubarkan, kami tidak akan tinggal diam, umat islam harus  bergerak membelanya”

5. Sohibul Fadhilah Ustadz Sumiarso (Ketua DPC PPP Kab. Purbalingga), Menyampaikan :
"dahulu Masyumi dibubarkan oleh Sukarno karena Sukarno dekat dengan PKI, rezim sekarang ujug-ujug akan membubarkan HTI….jangan-jangan rezim ini juga dekat dengan komunis, maka umat islam tidak boleh tinggal diam, kita menolak rencana pembubaran HTI”


6. Bapak Syiyamdi El Fikri (Lurah Dermasari Klampok Banjarnegara), Menyampaikan :
“Solusi-solusi yang ditawarkan HTI untuk mengatasi persoalan Indonesia sangat cerdas dan bagus, pemerintah patut mencoba dan mengapresiasi tawaran solusi HTI ini, bukan malah akan membubarkan HTI, jika pembubaran HTI dilakukan maka ini sebuah kedzaliman dan bangsa ini akan menyesal nanti”

7. Bapak Kusen (PETA kab. Purbalingga), Menyampaikan :
“Rezim ini sudah dicengkram oleh Kapitalisme Barat dan Cina, maka selalu memusuhi  umat Islam termasuk ingin membubarkan HTI, jadi rencana pembubaran HTI ini harus ditolak!”
8. Ustd. Guruh (Pengurus Syarikat Islam Kab. Purbalingga), Menyampaikan :
“Syarikat islam menolak rencana pembubaran HTI, ini sebuah kedzaliman dan kesewenang-wenangan pemerintah kepada ormas islam. Bila ini akan diteruskan akan terjadi perlawanan umat islam kepada pemerintah. HTI tetaplah bersabar dalam berjuang”


Acara diakhiri dengan pembacaan Pernyataan Sikap Sebagai Berikut :

Dalam menyambut bulan suci Ramadhan Kami Perwakilan Tokoh dan Aktivis Islam Purbalingga dan Banjarnegara dengan ini menyatakan sikap sebagai berikut :

Kami menghimbau & meminta kepada Bapak Presiden Jokowi, Menkopulhukam, Kapolri, Kapolda Metro Jaya dan seluruh jajaran pejabat di daerah serta aparat dibawahnya untuk :

1. Menghentikan segala bentuk kezaliman dalam bentuk kriminalisasi, fitnah, tuduhan makar, Pelanggaran HAM & diskriminasi hukum yang sampai saat ini masih terus terjadi kepada para Ulama, Tokoh, Aktivis Keadilan dan umat Islam, para mahasiswa serta khususnya yang secara telanjang dipertontonkan atas penetapan status tersangka Habib Rizieq Syihab.

2. Menolak kriminalisasi ajaran islam, diantaranya Khilafah dan Jihad serta menolak berbagai kebijakan pemerintah yang didasarkan pada sekulerisme yang melahirkan UU neoliberal yang makin mengokohkan neoimperialisme.

3. Menolak dan menyerukan kepada pihak pemerintah dan jajarannya untuk membatalkan pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia sebagai Ormas Islam yang resmi berbadan hukum dan telah terbukti berperan penting serta berkontribusi menyampaikan Dakwah Islam di Indonesia. Karena bila rencana ini diteruskan, publik akan semakin mendapatkan bukti bahwa rezim yang tengah berkuasa saat ini adalah Rezim Represif Anti Islam.

4. Mengingatkan kepada Pemerintah untuk tidak menyalahgunakan amanah yang diembannya, seraya menginsyafi dengan sebenar-benarnya bahwa kesejahteraan rakyat dan meraih ridlo Allah SWT adalah tujuan kekuasaan yang sejati.

5. Menyeru kepada ulama, ormas Islam, aktivis Islam dan seluruh umat Islam Indonesia untuk bersatu padu, bersinergi untuk membangun kekuatan dan soliditas dalam rangka memperjuangkan agama Islam agar menjadi rahmat bagi semesta alam serta mewaspadai pula setiap upaya adu domba umat islam

Demikianlah Penyataan Sikap ini kami sampaikan semata mata agar negeri Indonesia ini diselamatkan oleh Allah dari segala macam kekacauan, kerusuhan, kerusakan & perpecahan, Aamiin Yaa Rabbal ' aalamiin.[]

Editor : Satrio

Source : Abad Khilafah
Diberdayakan oleh Blogger.